Masalah Sosial Dalam Kajian Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan
tugas:
UAS Individu
Mata Kuliah: Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan
Dosen Pengampu: Drs. Masturi, MM
Di susun oleh:
Charis Adi Hilmawan
(2013-33-071)
Kelas/Semester :B/1
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berisi tentang “Masalah Sosial dalam kajian Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan”. Penulisan
makalah ini tidak luput dari hambatan dan kesulitan bila tanpa bimbingan,
dorongan, saran, kritik dan bantuan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini. Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada:
1. Bapak
Masturi selaku dosen pengampu mata kuliah filsafat pendidikan dan nilai budaya
pendidikan.
2. Ayah
dan Ibunda tercinta yang telah mendo’akan dan memberikan perhatian tanpa
henti-hentinya.
3. Semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan baik
materiil dan moril sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka
dan senantiasa melimpahkan pahala yang sebesar-besarnya. Harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik masa kini maupun masa yang
akan datang. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
diharapkan.
Kudus,28 Desember ,2013
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
latar Belakang
Kehidupan masyarakat yang seimbang berarti
kehidupan yang berlangsung sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Di sini
nilai dan norma akan mengatur hubungan antar anggota masyarakat yang ada, baik
individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan
kelompok. Memang norma yang ada pada awalnya terbentuk tanpa suatu kesengajaan.
Masyarakat akhirnya sadar akan hal itu dan akhirnya dibuat sebagai norma dalam
mencapai tujuan bersama.
Komponen-komponen dalam masyarakat berjalan sesuai dengan
apa yang dikehendaki masyarakat atau tujuan masyarakat itu. Komponen masyarakat
meliputi antara lain norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan,
serta perwujudannya (Soekanto, 1982:395). Antarkomponen itu saling berhubungan
satu sama lain dan memiliki saling ketergantungan. Maka ketidakikutsertaan
salah satu komponen akan menyebabkan goncangan-goncangan dalam masyarakat.
Misalnya pengkajian dalam bidang ekonomi. Manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya diperlukan norma-norma jual-beli misalnya,
maka bila menginginkan makanan harus beli dan membeli dengan pakai uang. Di
sini terdapat norma jual beli. Ada kelompok-kelompok pedagang. Lapisan
masyarakat yang ada adalah adanya pedagang besar dan ada pedagang kecil. Antara
pedagang bermodal besar dan bermodal kecil memiliki aturan-aturan tersendiri
dalam pemberian keuntungan dalam penjualan atau pembelian partai besar,
misalnya. Semua komponen itu bergerak dalam koridor memenuhi kebutuhan ekonomi
yang semuanya berjalan sesuai aturan yang ada. Namun bergeraknya masyarakat
ekonomi tersebut terkadang menimbulkan suatu perubahan dalam beberapa aspek
kehidupan. Contohnya dulu orang berjualan membawa barang dihadapannya, namun sekarang
hanya melalui contoh-contoh dalam suatu gambar saja sudah bisa terjadi
transaksi jual beli. Namun apabila kegiatan perekonomian tersebut terjadi
benturan atau goncangan akibat tidak berfungsinya sebagian komponen akan
menimbulkan gejala-gejala sosial.
Gejala sosial yang tidak dikehendaki oleh
masyarakat inilah yang dinamakan masalah sosial. Dinamakan masalah karena dapat
mengganggu kelanggengan dalam masyarakat. Hal ini karena menyangkut hubungan
antarmanusia dan dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa itu masalah sosial?
2.
Apa saja klasifikasi
dan penyebab
masalah
sosial?
3.
Bagaimana tipe
kejahatan remaja?
4.
Apa saja masalah
sosial
yang menonjol?
5. Bagaimana cara filsafat menyelesaikan masalah?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian masalah sosial
2.
Mengetahui klasifikasi
dan penyebab
masalah
sosial
3.
Mengetahui tipe kejahatan
remaja
4.
Mengetahui
masalah yang menonjol di indonesia
5.
Mengetahui
cara filsafat dalam menyelesaikan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Masalah Sosial
Ada sebagian
masyarakat merasa rancu dalam mengartikan antara masalah sosial dan problema
sosial. Masalah sosial menyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan
masyarakat. Sedangkan problema sosial meneliti gejala-gejala abnormal
masyarakat dengan maksud memperbaiki atau bahkan menghilangkannya (Soekanto,
1982:397).
Kemudian
bagaimana dengan patologi sosial? Kartini Kartono (2005:1-2) memberikan
perbedaan pengertian antara patologi sosial dengan masalah sosial. Patologi
sosial merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan,
stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas
kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Sedang masalah sosial merupakan tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok,
melanggar norma dan adat-istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku
umum.
Dari dua
tokoh di atas, maka masalah sosial dapat disimpulkan sebagai kondisi yang tidak
diinginkan masyarakat karena melanggar nilai dan norma sehingga tidak
terintegrasi dengan tingkah laku umum.
2.2
Klasifikasi Dan penyebab Masalah Sosial
Setiap
anggota masyarakat memiliki norma dalam memenuhi setiap kebutuhan, baik fisik
(ekonomi dan kesehatan), psikis, maupun penyesuaian diri individu atau kelompok
sosial (kebudayaan). Apabila norma dari setiap kebutuhan tersebut ada
penyimpangan atau abnormal, maka akan menimbulkan masalah sosial. Oleh karena
itu masalah sosial dalam masyarakat dapat diklasifikasikan dalam beberapa faktor,
yaitu :
1. ekonomis
: kemiskinan, pengangguran.
2. biologis
: penyakit
3.
psikologis : penyakit syaraf, bunuh diri, disorganisasi jiwa
4.
kebudayaan : perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik ras dan agama,
pelacuran, penggunaan napza
Adapun
pengklasifikasian terhadap masalah sosial ini tidaklah mutlak masuk ke salah
satu klasifikasi, adakalanya satu masalah sosial dapat diklasifikasikan lebih
dari satu klasifikasi. Misalnya kejahatan dapat bersumber dari ketidakmampuan
dalam ekonomi sehingga masuk klasifikasi ekonomi atau karena pengaruh
lingkungan sekitar, sehingga kejahatan diklasifikasikan dalam kebudayaan.
Misalnya orang yang dipenjara karena mencopet untuk menyambung hidup, namun
setelah lepas dari penjara menjadi perampok, karena ia bergaul dengan para
perampok ketika di penjara. Dari sini maka ia dapat diklasifikasikan sebagai
kejahatan kebudayaan.
Sebab-sebab timbulnya masalah sosial
dapat dibedakan dalam empat hal, yaitu :
1. warisan
fisik artinya masalah sosial timbul karena adanya pengurangan atau pembatasan
sumber alam.
2. warisan biologis, yaitu timbulnya masalah sosial
mencakup persoalan-persoalan penduduk yaitu pesatnya jumlah manusia (antara
lain: bertambah atau berkurangnya penduduk, pembatasan kelahiran, migrasi).
3. warisan sosial, yaitu masalah sosial yang meliputi
depresi, pengangguran, hubungan minoritas dan mayoritas, pendidikan, politik,
pelaksanaan hukum, agama, pengisian waktu-waktu luang, kesehatan masyarakat,
dan lain-lain.
4.
kebijaksanaan sosial, yaitu masalah sosial yang meliputi perencanaan ekonomi,
perencanaan politik, dan lain-lain.
Seperti
dalam pengklasifikasian, maka dalam menggolongkan masalah sosial berdasarkan
sebab-sebab timbulnya suatu masalah tidak mutlak dari satu hal saja, namun
dapat disebabkan lebih dari satu hal.
2.3 Tipe
Kejahatan Remaja
ada 4 tipe kejahatan remaja:
1.
Kelompok Terisolir,
kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja, merupakan kelompok
mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan
kejahatan mereka didorong oleh faktor berikut:
a.
Kejahatan mereka
tidak didorong oleh motivasi kecemasan dan konflik batin yang tidak dapat
diselesaikan, dan motif yang mendalam. Akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh
keinginan meniru, ingin konform dengan norma gangnya. Biasanya semua kegiatan
mereka dilakukan bersama-sama dalam bentuk kegiatan kelompok.
b.
Mereka kebanyakan
berasal dari daerah-daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki
subkultur kriminal.
c.
Pada umumnya remaja
tipe ini berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan
mengalami banyak frustasi.
d.
Sebagai jalan
keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan
anak-anak kriminal.
e.
Secara typis mereka
dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan
latihan disiplin yang teratur.
2.
Kelompok Neurotik,
pada umunya remaja tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius.
Antara lain berupa: kecemasan, merasa tidak aman, tersudut dan terpojok, merasa
bersalah atau berdosa, dan lain-lain. Ciri tinglah laku mereka itu antara lain:
a.
Tinglkah lakunya
bersumber pada sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa
adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gangnya yang kriminal itu
saja, juga bukan berupa usaha untuk mendapatkan prestise sosial dan simpati
dari luar.
b.
Tingkah laku
kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan.
c.
Biasanya anak
remaja tipe ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis
kegiatan tertentu. Misalnya suka memperkosa lalu membunuh korbannya.
d.
Anak ini banyak
berasal dari kelas menengah, yaitu dari lingkungan konvensional yang cukup baik
kondisi sosial-ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak
ketegangan emosional yang parah.
e.
Anak ini memiliki
ego yang lemah, dan ada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan
orang dewasa atau anak-anak remaja lainnya.
f.
Motivasi kejahatan
mereka berbeda-beda.
3.
Kelompok
Psikopatik, kelompok ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari
kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling
berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah:
a.
hampir seluruh anak
psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim,
brutal diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak
konsisten, dan selalu menyiakan anak-anaknya.
b.
mereka tidak mampu
menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran.
c.
Bentuk kejahatannya
majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga.
Mereka biasanya sangat agresif.
d.
Mereka selalu gagal
dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku
4.
Kelompok defek moral,
defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,
kurang. Remaja kelompok defek moral memiliki ciri-ciri:
a.
Selalu melakukan
tindak a-sosial atau anti-sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat
penyimpangan dan gangguan kognitif,
namun ada disfungsi pada intelegensinya.
b.
Mereka tidak mampu
mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu
mengendalikan dan mengaturnya.
c.
Mereka selalu saja
ingin melakukan perbuatan kekerasan, pemnyerangan dan kejahatan. Relasi
kemanusiannya sangat terganggu.
d.
Sikapnya sangat
dingin dan beku, tanpa afeksi (perasaan). Mereka juga tidak memiliki rasa harga
diri
e.
Mereka merasa cepat
puas dengan “prestasinya”, namun sering perbuatan mereka disertai agresivitas
yang meledak.
2.4 Masalah
Sosial Yang Menonjol
Indonesia
sebagai negara berkembang tidak luput dari berbagai masalah sosial yang muncul
seperti kebanyakan negara berkembang lainnya. Namun manakah masalah sosial yang
utama setiap negara memiliki perbedaan. Hal ini karena nilai dan norma yang
berkembang antarnegara juga berbeda. Adapun beberapa masalah sosial yang
mendapat perhatian lebih dalam masyarakat Indonesia antara lain: pengangguran,
dis-organisasi keluarga, kriminalitas/kejahatan, bunuh diri, perceraian,
konflik antar ras dan agama, kemiskinan, pelacuran, kenakalan anak-anak, penggunaan
napza, korupsi, masalah lingkungan hidup, dan masalah penduduk.
Berikut ini
akan dipaparkan beberapa dari masalah sosial yang muncul tersebut:
a. Kriminalitas
Kehidupan
dalam masyarakat tidak pernah ada penyesuaian (conform) yang sempurna, akan tetapi
selalu ditandai adanya penyimpangan atau konflik. Begitupun dengan kriminalitas
tumbuh disebabkan oleh adanya berbagai ketimpangan sosial, yaitu adanya
gejala-gejala sosial, seperti krisis ekonomi, keinginan yang tidak tersalur,
tekanan mental, dendam, dan sebagainya.
Tindakan
kriminal banyak terjadi pada masyarakat yang tergolong sedang berubah, terutama
pada masyarakat kota yang sering mengalami berbagai tekanan. Tindakan kriminal
tidak tumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri, melainkan juga tekanan-tekanan
dari luar, misalnya pengaruh pergaulan kerja, pergaulan dalam lingkungan
masyarakat tertentu, yang semuanya mempunyai unsur-unsur tindakan kriminal.
Jika perilaku kejahatan terus bertambah, maka dapat menimbulkan keresahan dalam
masyarakat, khususnya masyarakat yang langsung terkena akibat kejahatan dan
masyarakat yang berada di lingkungan sekitarnya.
b.
Kemiskinan
Arti
kemiskinan menurut Emil Salim dalam Abdulsyani (2002:190) sebagai kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dan orang akan dikatakan
di bawah garis kemiskinan bila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi standar
kebutuhan hidup yang pokok (makan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain).
Sedangkan Soetrisno R. (2001:20) mendefinisikan kemiskinan menyangkut kemungkinan
atau probabilitas orang atau k00eluarga miskin untuk melangsungkan dan
mengembangkan kegiatan perekonomian dalam upaya meningkatkan taraf
kehidupannya.
Kemiskinan
banyak ditakuti orang, karena kemiskinan sebagai hal yang paling buruk bagi
manusia dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Banyak jalan keluar
yang ditempuh menjadi bertambah tak beraturan, berlomba secara tidak wajar, dan
masing-masing sibuk gali lubang tutup lubang. Antara system nilai, norma hukum,
dan perilaku sosial dengan system perekonomian masyarakat menjadi kusut.
Kemiskinan akan lebih parah apabila kemiskinan itu merupakan sigma dari
rendahnya ekonomi dan buruknya nilai moral. Sementara ada golongan lain yang
justru masih berusaha memerasnya.
David C.
Karten dalam Abdulsyani (2002:191) berpendapat ada kebutuhan pokok yang sulit
untuk dipenuhi kaum miskin, yaitu:
a. Banyak
orang miskin yang tidak mempunyai kekayaan produktif selain kekuatan jasmani
mereka. Berkembang dan terpeliharanya kekayaan tergantung pada semakin baiknya
kesempatan untuk memperoleh pelayanan umum, seperti pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan penyediaan air yang pada umumnya tidak tersedia bagi mereka yang
justru paling membutuhkan.
b.
Peningkatan pendapatan kaum miskin kemungkinan tidak akan memperbaiki taraf
hidup mereka apabila barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
pendapatan mereka tidak tersedia.
Bentuk atau
jenis kemiskinan berdasarkan akar penyebabnya ada dua (Soetrisno, 2001:21),
yaitu :
a.
Kemiskinan natural/alamiah, yaitu kemiskinan yang timbul akibat terbatasnya
jumlah sumber daya dan karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat
rendah. Sehingga dalam masyarakat ini tidak akan ada kelompok atau individu
yang lebih miskin dari yang lain. Jika ada perbedaan kekayaan dalam masyarakat,
dampak perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya
pranata-pranata tradisional. Misalnya hubungan patron-klien, jiwa gotong
royong, dan sejenisnya berfungsi untuk meredam timbulnya kecemburuan sosial.
b.
Kemiskinan struktural atau buatan, merupakan kemiskinan yang terjadi karena
struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak
menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Bahkan Selo
Soemardjan mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang
diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu
tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi
mereka. Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang ada perbedaan
tajam antara kaya dan miskin. Ciri utama kemiskinan struktural adalah :
1) Sangat
lamban atau tidak adanya mobilitas sosial vertikal
2) Adanya
ketergantungan yang kuat pihak miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya.
Adanya
pemahaman kemiskinan muncul bukan sebagai sebab, tetapi lebih sebagai akibat
adanya situasi ketidakadilan, ketimpangan serta ketergantungan dalam struktur
masyarakat. Kondisi ini diistilahkan sebagai perangkap kemiskinan yang terdiri
dari lima unsur, yaitu kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan,
kerentanan, dan ketidakberdayaan. Kelima unsur ini saling berkaitan dan
merupakan jalinan interaksi yang timbal balik, sehingga merupakan kondisi yang
berbahaya dan mematikan peluang hidup masyarakat miskin.
Dari lima
unsur itu yang perlu mendapat perhatian adalah kerentanan dan ketidakberdayaan.
Kerentanan merupakan tidak memilikinya kesiapan baik mental atau materiil dalam
menghadapi situasi sulit yang dihadapi. Akibatnya mereka menjual harta benda
dan asset produksinya sehingga menjadi makin rentan dan tidak berdaya. Sedang
ketidakberdayaan merupakan kondisi miskin yang ditipu dan sering dijadikan
objek penurunan bantuan dimana si miskin sendiri tidak memperoleh bantuan yang
ada (minimal tidak sebanyak yang diprogramkan oleh orang atau lembaga pencari
dana).
c. Pelacuran
Pelacuran
merupakan masalah sosial yang berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan
moral. Kondisi ini sangat mengkawatirkan terhadap masalah bagi keluarga dan
generasi muda, serta akan semakin menjalarnya penyakit kelamin. Penyakit
kelamin ini terasa semakin menjalar akhir-akhir ini karena semakin banyaknya
korban penyakit HIV/AIDS yang belum ditemukan obatnya. Pelacuran berkembang
karena dorongan tekanan-tekanan sosial, keputusasaan, kehilangan pekerjaan,
pelarian bagi yang putus cinta, dan semakin banyaknya orang yang
menggandrunginya. Hal ini ditandai oleh adanya fasilitas lokasi secara khusus,
meski beralasan daripada berkeliaran di jalan-jalan, di stasiun kereta api, di
sekitar kantor polisi, atau di tempat-tempat umum yang terlihat sepi. Pada masa
sekarang angin pelacuran semakin bias dengan penyebutan nama dengan pekerja
seks komersil (PSK) dibanding wanita tuna susila (WTS). Dari adanya nama ini,
pelacur atau WTS yang terkesan suatu penyimpangan perilaku, berubah pada posisi
yang lebih baik kalo tidak bisa dibilang lebih terhormat dengan sebutan PSK.
Sebutan PSK memposisikan mereka sebagai bagian dari salah satu profesi dalam
masyarakat. Bila nilai-nilai moral dan keterlanjuran itu semakin terpatri dalam
jiwa para pelaku ditambah adanya anggapan bahwa pekerjaan PSK mudah dilakukan,
tidak memerlukan keterampilan khusus, dan banyak mendatangkan uang dengan
mudah, maka perkembangan pelacuran semakin sulit diberantas. Meski mereka ditangkap
dan diberikan keterampilan suatu usaha, maka setelah menjalani hukuman, mereka
akan kembali kepada kegiatan pelacuran.
d. Kenakalan
anak-anak
Kenakalan
anak-anak Indonesia dalam bentuk antara lain tergabungnya sekelompok anak muda
dalam suatu ikatan yang mempunyai tingkah laku yang kurang atau tidak disukai
oleh masyarakat pada umumnya, misalnya terbentuknya geng-geng. Kenakalan yang
lain adalah adanya tawuran pelajar, pencurian, perampokan, pelanggaran susila,
penggunaan obat-obat terlarang, ngebut di jalanan tanpa mengindahkan
rambu-rambu lalu lintas, mengedarkan gambar-gambar dan CD pornografi..
e. Korupsi
Definisi
korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara (Kartono,
2005:90). Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang telah berlangsung lama di
bumi Indonesia. Bahkan ke masyarakat yang paling bawah sekalipun telah
terjangkit pernyakit korupsi ini. Korupsi sebagai produk dari sikap hidup satu
kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai
kekuasaan mutlak. Namun akibat yang ditimbulkan dari korupsi banyak terkena
pada masyarakat lapisan bawah. Akibat maraknya korupsi maka era pemerintahan
Susilo Bambang Yudoyono sampai membuat lembaga independen yang bernama Komisi
Pemberantas Korupsi. Memang telah banyak dipublikasikan hasil-hasil temuan
korupsi yang dilakukan oleh oknum perseorangan ataupun lembaga, namun akhir
dari hasil temuan itu belum banyak disaksikan sanksi bagi pelakunya. Hal ini
karena lamanya proses hukum yang memproses mereka, sehingga terkadang kontrol
dari masyarakat juga semakin lemah.
Adapun
hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi adalah penggelapan,
penyogokan, penyuapan, kecerobohan administrasi dengan intensi mencuri kekayaan
negara, pemerasan, penggunaan kekuatan hukum dan atau kekuatan senjata untuk
imbalan dan upah materiil, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang,
penekanan kontrak oleh kawan sepermainan untuk mendapatkan komisi besar bagi
diri sendiri dan kelompok dalam, penjualan pengampunan pada oknum yang
melakukan tindak pidana agar tidak dituntut oleh yang berwajib dengan imbalan
uang, eksploitasi dan pemerasan formal oleh pegawai dan pejabat resmi, dan
lain-lain.
f. Masalah
penduduk
Pertambahan
penduduk dapat menjadi penghambat dalam pembangunan, terutama jika
pertambahannya tidak dapat dikontrol secara efektif. Pertambahan penduduk tidak
hanya dirasakan oleh masyarakat pada daerah-daerah tertentu, tetapi dirasakan
oleh semua masyarakat dalam satu negara. Akibat pertambahan penduduk akan
mempengaruhi kondisi yang serba tidak merata tentang sumber-sumber penghidupan
masyarakat yang semakin terbatas. Di Indonesia telah melakukan usaha dalam
rangka pengaturan pertambahan penduduk yaitu dengan slogan dua anak cukup
melalui program keluarga berencana.
g.
Dis-organisasi keluarga
Dis-organisasi
keluarga merupakan perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena
anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban yang sesuai dengan peranan sosialnya.
Adapun bentuk-bentuk dis-organisasi keluarga antara lain :
a. Unit
keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan.
b. Putusnya
perkawinan sebab perceraian, perpisahan meja dan tempat tidur, dan lain-lain.
c. Adanya
kekurangan komunikasi antara anggota-anggotanya.
d. Krisis
keluarga, oleh karena salah satu yang bertindak sebagai kepala keluarga di luar
kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga, bisa karena meninggal dunia,
dihukum, atau peperangan.
e. Krisis
keluarga yang disebabkan oleh faktor intern, misalnya terganggunya keseimbangan
jiwa salah satu anggota keluarga.
Dis-organisasi
keluarga pada masyarakat yang sederhana bisa terjadi karena suami sebagai
kepala keluarga gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer keluarga, atau suami
menikah lebih dari satu. Namun pada umumnya disebabkan oleh kesulitan-kesulitan
untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan kebudayaan.
Sedangkan
disorganisasi keluarga pada masyarakat yang kompleks dapat terjadi karena
konflik peranan sosial atas dasar perbedaan ras, agama, atau faktor sosial
ekonomis. Disamping itu adanya dis-organisasi keluarga bisa disebabkan tidak
adanya keseimbangan dari perubahan-perubahan unsur-unsur warisan sosial.
Misalnya keluarga dari latar belakang agraris berpola kehidupan memproduksi
sendiri kebutuhan-kebutuhan hidupnya, melakukan sendiri pendidikan terhadap
anak-anaknya. Namun seiring masuknya industrialisasi pada masyarakat agraris,
maka terjadi perubahan misalnya dulu tanggung jawab kebutuhan keluarga ditanggung
seorang suami sendiri, maka sekarang bila terjadi kekurangan dalam keluarga
istri ikut membantu mencari tambahan penghasilan, pendidikan anak juga
diserahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan. Jadi dis-organisasi keluarga pada
masyarakat kompleks disebabkan oleh keterlambatan dalam menyesuaikan diri
dengan situasi sosial-ekonomi yang baru.
h. Masalah
lingkungan hidup
Lingkungan
hidup meliputi hal-hal yang ditimbulkan oleh interaksi antara manusia sebagai
unsur yang paling dominan (disamping hewan dan tumbuhan) dengan lingkungan.
Manusia memiliki kemampuan untuk bertambah secara kuantitatif dan kualitatif
berkat akal pikirannya.
Interaksi
manusia dengan lingkungan dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Namun
perubahan tersebut tidak menimbulkan masalah lingkungan jika hubungan
keselarasan antara berbagai zat, benda, dan organisme itu tidak terganggu.
Manusia karena desakan kebutuhan dan kurangnya kesadaran akan lingkungan hidup
dapat menyebabkan terganggunya keserasian antara lingkungan hidup dengan perilaku
manusia, maka kualitas lingkungan hidup akan semakin rusak. Misalnya pencemaran
air oleh zat kimia, penebangan kayu di hutan, pembuangan sampah yang tidak
teratur, polusi udara dari knalpot kendaraaan, dan lain-lain. Akibatna timbul
kerusakan lingkungan hidup dan akan menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu
sendiri, yaitu terjadi kekeringan, kebakaran, banjir, timbulnya berbagai
penyakit baru, dan lain-lain.
2.5 Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah
Salah satu kegunaan filsafat adalah sebagai methodology, maksudnya sebagai metode dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode dalam memandang dunia (world view).
Dalam hidup kita, kita menghadapi banyak masalah. Masalah artinya kesulitan.
Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah itu terselesaikan. Ada banyak
cara dalam menyelesaikanmasalah, mulai dari yang amat sederhana sampai yang
rumit.
Contohnya,
ada rapat disebuah RT. Yang dibicarakan masalah keamanan. Pak ketua RT
menyatakan bahwa akhir-akhir ini dikampung kita banyak pencurian, tidak seperti
biasanya. Menanggapi hal itu hampir semua orang yang hadir mengusulkan agar
ronda malam dipergiat. Inilah cara orang awam menyelesaikan masalah.
Di situ
ada seorang yang berpendapat lain. Ia bertanya barang apa saja yang biasanya
dicuri, sejak bulan apa, pada pukul berapa biasanya terjadi. Lantas ia
mengusulkan selain menggiatkan ronda, sebaiknya digiatkan juga pengajian. Ia
melakukan identifikasi terlebih dahulu, lantas ia melihat penyebab lebih
mendasar. Ia pikir, bila perondanya bermoral buruk, bisa-bisa peronda itu
sendiri yang mencuri. Orang ini ilmuwan. Kira-kira beginilah penyelesaian
sains. Filsafat pun memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah
Sesuai
dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
Penyelesaian filsafat bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah.
Universal, artinya filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan
seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas
mungkin.
Banyak
orang Islam tidak menyenangi sebagian
budaya barat, khususnya tentang kebebasan seks. Mereka mngatakan kebebasan seks
harus diberantas. Ini penyelesaian langsung. Sedikit mendalam bila kita usulkan
perketat masuknya informasi dari barat terutama yang menyangkut kebebasan seks,
atau kita mengusulkan sensor filn diperberat. Filsafat belum puas dengan
penyelesaian itu. Lalu bagaimana?
Filsafat
mempelajari asal usul kebebasan seks itu. Ditemukan, itu muncul dari paham Hedonisme.
Maka kita perangi paham itu, filosof lain belum juga puas, karena menurutnya
Hedonisme itu belum penyebab paling awal, Hedonisme itu sebenarnya turunan
Pragmatisme. Karena itu filosof ini mengatakan yang paling strategis ialah
memerangi Rasionalisme itu. Apakah rasionalisme itu ppenyebab pertama munculnya
kebebasan seks? Untuk sementara, agaknya iya. Maka untuk memberantas kebebasan
seks kita harus menjelaskan bahwa Rasionalisme itu ialah pemikiran yang salah.
Penyelesaian
ini mendalam, karena telah menemukan penyebab yang paling asal. Penyelesaian
itu juga universal, karena yang akan diperbaiki pada akhirnya kelak bukan hanya
persoalan kebebasan seks, hal-hal lain yang merupakan turunan Rasionalisme juga
akan dengan sendirinya hilang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masalah sosial
muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat
dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti
proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh
masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain
sebagainya.
Masalah sosial
dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain:
1. faktor Ekonomi: kemiskinan, pengangguran, dll.
2. faktor Budaya: perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. faktor Biologis: penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikoogis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
3.2 Saran
Sebagai
masyarakat yang bersosial kita seharusnya berpartisipasi dalam membantu
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada di lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono,
Kartini. 2010. Patologi Sosial 2
Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada
Tafsir,
Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja BosdaKarya
Soetriono. 2007. Filsafat ilmu dan metodologi penelitian.
Yogyakarta : Andi
http://sosantro.wordpress.com/2009/02/02/masalah-masalah-sosial/
wah artikelnya sangat bagus dan menarik untuk dibaca
BalasHapusjual potato starch
nice banget kak membantu
BalasHapussurat waqiah